Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Zulkifli Songyanan


JEJAK

mungkin aku masih menjadi arang
ketika ibrahim mendinginkan api dengan
kebeningan hatinya. sementara ismail
menangis kehausan, dua bukit suci
itu bergetar menanggung kesabaran
hajar yang terbakar.

ada banyak rahasia yang disimpan yusuf
di dalam penjara. namun seperti katamu,
untuk memahaminya aku mesti menjauhi
zulaikha. seketika aku teringat kesalahan
adam dan hawa, sedang wangi penyesalan
mereka tiba-tiba membuat hatiku mengecil;
melebihi bilqis yang merasa kerdil
di hadapan sulaiman.

kini aku terlempar sekian mil dari ujung
sujudku. seorang anak yatim dengan peta
di matanya memperlihatkan sebuah catatan
yang dikekalkan nuh di dinding perahu. musa
barangkali telah menemukan jalan pulang
di situ. namun aku malah serupa yunus
yang kemudian tersesat dalam belenggu ikanmu.
2009


DI TERMINAL

Dan waktu seperti melumuri perasaanku
Dengan kecemasan. Sedang dari arah
Paling gelisah, bocah-bocah penjaja kesedihan,
Antrian panjang kendaraan, seolah memintaku
Terlibat dalam kesabaran yang melelahkan.

Seperti ada yang tertinggal di antara jerit peluit
Dan papan selamat jalan. Sebuah bis beranjak
Ke selatan, ke suatu tempat di mana
Sebuah percakapan tak sempat
Kita rampungkan.

Rindu, katamu, akan memerlukan sekian banyak
Ruang tunggu. Namun aku mulai lupa akan hal itu.
Aku sudah terlalu jauh mencintaimu.
2009



SEPENGGAL DUKA

;ryani sylvia

Ingin kubasuh semua dukamu dengan puisi paling basah.
Sebab dari isyarat yang kaukekalkan di mataku
Aku temukan ribuan jarum tertanam pada garis tanganmu
Dan waktu seolah telah mematahkan sebuah silsilah di situ.
Nyi, naikkan bendera setengah tiang dan lupakan karangan bunga.
Di sana, ibumu tak akan rela sekiranya gerimis
Yang berjatuhan di hatimu belum juga reda.
2008





DI KAMPUNG NAGA*

Dari tangga yang menghubungkan
Keluhuran nama dan kerendahan hatimu,
Aku masih memaksakan senyum sambil
Berusaha menggali segala rahasia yang kautimbun
Di balik atap-atap rumbia.

Aku berlari kemudian kulucuti semua kata
Yang ditawan ketidakpastian. Akar-akar pohon menjuntai
Di selatan. Gelisahku pecah dan menjelma
Batu-batu yang sabar disengat matahari
Batu-batu yang tegar diseret arus kali.

Kampung Naga, di lesung pipimu seorang gadis manis
Menganyam bambu dengan harapan ia bisa memindahkan
Kota ke matanya. Aku cemburu. Kucuri pohon-pohon rimbun
Dan kusembunyikan dalam batinku.
Barangkali keteduhan akan tumbuh di situ.

Siang makin menyala dan aku sedikit lebih gila.
Kusaksikan ibu-ibu perkasa menggendong mimpi
Di pundaknya, sedang para lelaki memikul hasil panen
Entah ke mana. Aku termenung memahami hakikat kesederhanaan
Yang masih bernyawa di sini.

2007
*nama sebuah kampung adat di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat




PANTAI SUNYI

Batu Karas
Debur ombak membentur telingaku.
Ia diseret angin yang dingin
Dan menyeret kaki pemancing menuju tebing.

Hatiku terdampar di atas gundukan batu karang.
Kusapa perahu nelayan, kusalami ikan-ikan
Dan gelisahku dikikis gelombang pelan-pelan.

Seperti ada nyeri ketika mataku menyusuri pantai
Menuntun matahari.Seorang perempuan melambai.
Namun puisi mengajariku mencintai sepi.

2008-2009.



POHON-POHON RINDU

Pohon-pohon kerinduan tumbuh di jantungku.
Batangnya tinggi menopang mimpi,
Sedang daunnya berguguran seperti kenangan.
2008

Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC