Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Di Lelancip Malam

Oleh: Sarabunis Mubarok

-buat Jun An Nizami

Malam larut bersama kopi hitam, lalu kita
saling pandang dengan mata menyala. Sambil
menjulurkan lidah, kau menjilat rasa pahit dari
hidup yang dihimpit kebenaran normatif. Tapi
aku tak bisa memberimu gula, meski kau ingin
memaniskan percakapan kita. Sebab di rumahku,
semut-semut tengah bertelur di tumpukan buku.
Sebab setelah mereka menetas pun kau takkan
bisa mengenali anak-anak semut itu satu persatu.

Lalu kau mencerap asap dari seduhan kopi, dan
melanjutkan percakapan tentang keheningan.
Tanpa menghiraukan suara jangkrik, kau terus
berbisik tentang malam dan kegelapan. Melulu
sampai ke batas sunyi, dan menemukan teka-teki
yang harus kaupecahkan sendiri. Sedang aku
bukanlah api bagi sebatang lilin. Tak ada yang
bisa melelehkan kebuntuanmu selain puisi,
selain tanpa henti mengenali diri sendiri.

Malam mendekati lelancipnya, saat terdengar
lolongan anjing di kejauhan. Aku menafsirnya
sebagai nyanyian malam, dan memintamu untuk
tak meremehkan pertanda alam. Lolongan berulang,
aku meruncingkan telinga sementara kau mengemas
diam. Kau mengira anjing di kampungku tak lebih
liar dari anjing di pikiranmu. Lalu kau menyalak
ketika kutemukan banyak puisi yang dibanggakan
para penyair, tiba-tiba menjadi tulang.

2011.

Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC