Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Sajak Nero Taopik Abdillah

NOURA

Sesak pengap, kereta api melaju ke arah matahari dengan nyala api yang berloncatan dari degup dadaku. Adalah matamu yang kemudian berpapasan di ruangan sempit, antara gerbong delapan dan sembilan. aku mengenalimu sepanjang malam sepanjang perjalanan, berenang-renang pada kedalaman cekung matamu, mendaki lengkung alis matamu, hingga sampailah pada puncak-puncak malam, merasakan haus yang durjana, menikmati dahaga buah dadamu menjulang tinggi seperti merbabu yang hendak kau daki.

Engkau menyimpan candu pada setiap kawah kata-kata yang kau lontarkan.
Sementara aku terlebih dulu menentukan Hargo Dumilah sebagai petapaan. Cuaca terus merambat dingin, purnama berangsur melunasi cicilan tugasnya, tiba-tiba waktu mengumpulkan kekhusyukan menyelami kedalaman palung matamu, jauh, jauh mengitari seluruh ruang bola matamu yang kian menggantikan rembulan.
Hingga aku menemukan matahari pada malam hari.

Tak ada lagi bunyi yang bisa kudengar, kereta api melaju tanpa suara, terbang ke nirwana, menyajikan pesta dengan cahaya pada matamu, kemudian aku terus berdoa semoga tak ada Lempuyangan pada rute kereta yang kita tumpangi, hingga senyummu mampu kucuri sebagai oleh-oleh petualangan kali ini.
Menyelipkan edelweis pada detak jantung kita masing-masing.

Aku semakin mabuk, semakin mabuk, semakin mabuk, setelah embun semakin tak memberi jarak antara aku denganmu, para penumpang seperti mengamini dan mengantarkanku menemui mempelai perempuan dengan kereta seserahan. "Semoga tak ada Lempuyangan" engkau menoleh dan menamparku dengan senyuman, disusul gemuruh tarhim yang melemparkanku pada subuh yang hingar bingar.
:tut tut tut tut.

"Lempuyangan mas, aku turun di sini, sholat subuh dan langsung bergegas menaiki merbabu, Assalamualaikum" katamu. Satu tulang rusukku telah kau cabut dan kau banting-bantingkan pada rel kereta, remuk. Subuh tak berjarak, aku masih berdiri antara gerbong delapan dan sembilan, mataku berlarian menembus kerumunan orang di stasiun Lempuyangan, terlihat engkau memasuki mushola kecil kemudian menghilang tanpa meninggalkan identitas jelas, selain namamu yang kutemukan ketika kau bercakap dengan mbahmu di telepon genggam, Noura.

SOLO BALAPAN 2010

Nero Taopik Abdillah Lahir di Garut 15 Juli 1983, Pendiri Komunitas AKSARA UPI Kampus Tasikmalaya, saat ini menjadi guru di SDN 2 Cikuya Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya.
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC