Sajak Negara
1) Negara Mati
Lihat, ranting berserakan
Anakanak daun berguguran
Sepertinya mati adalah kehilangan
meninggalkan kenangan
Kita tergelincir melangkah
Membeku di atas senyum kebusukan pemerintah
Malaikat melihat negara mati
Jangan bertanya dimana surga
Sebab kita masih melihat dunia
Tidak menyusur alam baka
Hingga kelak,
Peti-peti mati mengenal tulangbelulang
2) Negara Hampa
Ketika hari tak berubah
Amarah rakyat menjelajah
Merintih tentang negara berduri
Semapai iba berdiri
Teriak yang tak terdengar
Mendebar jantung pendengar
Bagai palu memukul baju
Aku mendengar tentang hampa
Melintas di antara surga dan bum
Merebak kelembaban nestapa
Mengutus suarasuara orang mati
Agustus 2010
***
Pecahan Hati Sang Raja
Sapaan pagi dari setitik mentari
kala Wasior berkelut dengan bandang
Semalam badai menghujat
hujan mengkhianati bumi
Orangorang menangis bukan karena rumahnya menghanyut
tapi melihat tuan raja hanya bersolek
menyirami tubuhnya dengan wewangian
namun enggan menjejaki kota berkulit hitam
Oktober 2010
***
Ignis Nerus (Api Hitam)
Mungkin legenda atau kisah nyata
tentang cerita manusia berhati rubah
Benarkah roh hitam sudah terkubur?
Sedang tanah tak dapat menjawab
Liang-liang gelap pun enggan mendengar
Iblis mana yang bisa mencuri Roh angin?
Walau sang api tak lengah menjaga makam
namun bercak hitam masih saja menyisa
***
Parafrenia
Terkadang aku bermimpi
Kulihat burung gagak melayan
memutari langit di atas puing-puing bangunan kota tua
Sesekali kuucap mantera dengan bahasa peri pohon
Tiba-tiba senja menghilang
Sinar siarah malam menorobos masuk dalam jiwa
tersorot bayangbayang lampau
tentang mereka yang selalu menentang
: Ketakutan terkadang datang
menghantui ibu pertiwi yang semakin memanas
Oktober 2010
***
Siti Jubaedah
Terang memekat senja di pelabuhan
bebatuan malam terinjak langkah pelan
mengusap kuncup di lembah titik kesembaban
kaulah sendu cerita titisan dewi bulan
Ketika senyum menyapa lara
ada curam hujan yang tertampung masa
mengapung menusuk celah batin angkara
kaulah kisah klasik ketegangan purnama
Siti Jubaedah,
Cerita lapuk harus terusir
agar tumbuh segala desir
bermekaran, di harum angin semilir
kaulah lara yang kuingin senyummu tetap terukir
***