Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Sajak Ahmad Faisal Imran

ISTANA KOTA LAMA

                 -  talu rebana, membahagiakan ziarahku
                  yang sebenarnya adalah puji-pujian
                  pada Daeng penghabisan dan cahaya


nisan berjanggut, dayang ilalang 
lidah banyu, tak henti menepi
di jantungku, kau pun kutinggalkan

sketsa beluderu, kini hutanmu
dan sisa abjad, syariat para amir Luwu
di jantungku, kau pun kutinggalkan

tapi seolah-olah ada hayat…

oktober 1722
cintamu dan bahasa
dan matahari yang tumpah
sendiri mengecupmu
dan matahari yang tumpah
di Sungai Pertama
seusai perebutan tahta

ke manakah para wanita
ke manakah para darwis
yang pensilnya menangis

para empu dan biduan itu?

Daeng Kamboja
si anak bertahta, si anak kata
tak mewariskan hamba-hamba

ia adalah hakikat kota ini, ilalang ini

o, kota yang tak cerai dengan badai
ada saatnya Marewah, ada saatnya Celak
kini, hablur cahaya menggema di udara

o, kota yang menghibahkan diri pada ilalang
ada saatnya dayung dihampiri ombak bergulung
dan buih, bagai kata, kadang bersipat sementara

tiga abad yang bersahaja, berlalu sendiri
teringat carik pantai, kemilau dayang-dayang
di saat menghadiahkan tarian kepada belida

selendang angin, riang dalam nyanyian
seorang ratu, di bawah renda payung keemasan
disapa kata, menimbun pantun, sore pun biru

ada yang selalu bagai kiasan, di carik pantai
kerajaan dan kota yang berakhir di janin hutan
seperti masa idah perkawinan yang legam

dan hari binasa, di Sungai Pertama
di tahun 1722, di mana hikayat kata-kata
cinta pada tarian dan bunyi-bunyian

dan hari binasa, kini telah sampai
di mana langit dan laut, hanya berebut kata
di jantungku, kau pun kutinggalkan

Daeng Kamboja
dan kenapa hanya tembok berdaki
kenapa tanpa gapura, tanpa barak
tanpa almari jati dan harum permaisuri?
sore akan ditangisi, angin lalu bersujud
daun-daun, bagai altar bagi para penziarah

kotamu, tiga abad berlalu
dayang ilalang, jalan setapak
nisan berjanggut, dan selalu langit
bergelayut padam pada pohon tertua
pada seekor elang yang acapkali menyapa
bahwa hari, kadang ibarat biji cempoa

2010
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC