Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Puisi Irham Kusuma


Jani


Dari suara-suara
Di antara langit
Dan tongkat
Disitulah
Sajakku bergeser sesenti.

Bergeser laun di atas hibu
Dan kelubung kering
Tiada henti merantai.

Biar angin gegap lelah
Seperti ketar lumbung dada
Yang bergerak.

Sebab menenggelamkan senyap
Serupa bocah
Ingin menjadi inang
Ke arah barat.

Dari kumpulan balasamina
Atau amsal bunyi
Yang ada
Dari ketiadaan
Menuliskan lagu-lagu.

2013



Sunyaruri


Bukan sekadar merekam kisah
Tentang doaku yang menancap
Tumpah bersama tajwid
Yang saling memandangi syahadat

Atau nisbahku yang berkibar
Terbang sendiri
Menentukan jati diri

Adalah ekaprawira menari
Yang menanam zaitun
Seperti hasrat kalbun
Mengitari jabal

Supaya puisi ini tak bingung
Dengan seribu kunang-kunang
Memburu semisal ke barat
Dan iringan batang rappe bait ketiga

2012



Menggoda Penyair


Mesti dengan rahasia apalagi
Yang harus aku sembunyikan.
Ini hanya sebuah angka saja
Bukankah kamu selalu menatap
Pada segala yang aku sajikan
Di antara ruang uap kopi dan
Basah kretek di ladang dengan
Puisi yang selalu berasap.

Tentang lenskap senja
Yang kamu kembalikan lagi
Kepadaku.
Selalu saja kamu memutuskan
Untuk melukis sawah
Untuk melukis ciuman
Tanpa lazuardi yang menaungi
Tanpa bulan yang menggantung.

Tentang subuh bergetar
Di pangkuan
Dan yang membuat lubang hujan
Yang bergerak ritmik
Menuju pangkal matamu.

Di sana kamu menetaskan kata
Dengan atau tidak berbahasa.
Menghitung segala ruhiyat
Sebagian musim alpukat.

Lamat-lamat kita menyecap
Acap menggugurkan daun-daun
Kamu tentu tidak merokok bukan?
Aku bakar bulan yang menggantung
Kamu siapkan lauk-pauk
: biar kita sama-sama jatuh cinta?

2013

 
* Tiga puisi ini dimuat di koran Pikiran Rakyat 13 Januari 2013



Di Gede Bage


Di seberang yang tua ini
jalan masih panjang
masih kutebas kalimat-kalimat
yang meretas tumpah berserakan.

Entah mengapa,
seribu langkah yang kuyakini
dan doa-doa di malam ini
seakan menjadi mimpiku yang panjang.

Mengakar sampai ke hulu
menggenang di tumpah hujan malam
Gede Bage.

Hanya ada dua kelokan puisi
panjangnya ke Cikapundung
di punggungku
ia membungkuk.

Aku berdiri
memandang jauh lurus
ada empat jalan
bahwa cinta tak tertapak jaraknya.

Dan anak-anak membawa kencringan
serupa kasih
yang ia bawa pulang
sebelum adiknya menangis
sebelum isya menjatuhkan air mata.

2012



Gerimis Di Tubuhku


Lambat membawa kesejukan
menghanyutkan tubuhku
pada genangan hujan bulan september di timur
disusunlah semua kepingan yang mencabuti semua waktu
lorong-lorong sempit, lalu berkedip dalam debu
bertaruh semua
tenaga, air mata
menjadi sungai di tengah bulu kuduk ku
untuk memandikan bayi tahun ini.

Di pohon-pohon kenanga
pasir di tengah takdir
pulau-pulau bernama baru
mungkin terlalu cepat kita terlahir
seperti hidup dalam pongah-pongah semacam liar
yang berdesir.

Tapi, tak juga kita menghangus
dibakar api hati
tergolak di subur mata air
yang kita injak sebagai cuaca basah
sampai jejak menjadi perdu
hutan
angin
air, semua disetubuhi waktu.

2012


* Dua puisi ini dimuat di koran Pikiran Rakyat 28 oktober 2012

Irham Kusuma (17thn), lahir di Bandung. Banyak bekerja untuk menulis dan melukis. Tulisannya tersebar di beberapa media cetak dan buku antologi puisi bersama. Saat ini masih berstatus sebagai Pelajar.
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC