Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Puisi Rifqil 'Asyiq


Izinkan Aku Panggilimu Dinda


izinkan aku panggilimu dinda, sayang, perempuan 'belah dagu'. bagiku kau adalah seutuh cantik nan anggun raga pada sudut elok bumi dengan serimpit hati putih. bukan, bukan bidadari. namun begitu aku melihatmu, mengingatkanku pada suatu hari ketika;

"pernah kau memintaku menyanyikan lagu pada malam haru
dan ku memilih melantunkan puisi pada hujan senja
aku tabu gemericiknya dengan haru
dan kau pun mengikuti dengan lugu

kau menari di atas panggung
dan ku kembali menulis puisi di atas punggung. ahh . .
bukan hanya terkadang, kita seserasi itu".

sesederhana itu saja, tetap indah ya sayang, semoga kau ingat.
tentang cerita lain;

bukankah kita memang senantiasa bercinta dengan alam?
mari sayang, dekatkan dirimu dengan air ini. tapi jangan sampai riaknya menghanyutkanmu. aku pegangi tanganmu.

beginikah percakapan kita ketika sedang marah*?
bukankah alam pun penuh dengan suara?
mari sayang, kita isi dengan nyanyian cinta dan puisi.
mari sayang, dekatkan lagi dadamu pagi bibir hatiku. namun jangan kau bawa nodanya.
bukankah dadaku hamparan warnamu, pada pelaminan hasrat bermusim. katamu.

nyatanya, padamu jua selalu kuluapkan janji. aku menambahi.
akan ku permainkan sebuah masyghul pada jelempah-jelempah luas dadamu. agar ku penuhi rindangnya dengan seutuh ta'wilku, untukmu saja. karena aku, seperti kau pernah mengulanginya bahwa; sekalipun aku tak pernah ingat bertemu denganmu, namun setiap pertemuan sungguh sulit terlupakan logikaku.

ada aku dan munajat rapat khidmat nan hikmat, sepi dan sebaris puisi disitu. dariku.

sehingga saat kau payungi puing, mendesir habis dalam pikiranku. itu indah, maha engkau pada selayak hatimu.

kini; aku suguhkan debu secangkir, dan kau menggantikanku dengan seutuh moka. itu kesukaanku, katamu.

sayang, ini bukan tentang dahaga, namun debu yang mengajari kita tentang sebuah kecil, sekecil kita. agar kerindangan hatimu semakin semai dengan seutuhmu.

Jakarta, 14 Januari 2013

***


WANITA PANTURA (yang aku ingat)


Perkenalkan, namaku
Martini. Gadis Yatim sejak umur 5 tahun
penyanyi jalanan, langganan
kopayu.. Sahabat.. Luragung Bhineka. menelusur sepanjang
Pantura Cirebon-Jakarta.

Ibuku pagi ini mengantri di TPA Gegesik Cirebon
mengaisi sisa makanan dari yang katanya "kaya"
bahkan berangkat pagi buta, semalam telah ada pesta.
barangkali daging kambingnya masih bersisa. tak tahu mengapa..
kalau semalaman aku tak hirup aroma parfum ibu,
pagi pagi begini ibu selalu ke TPA. cantik nian ibuku dengan malamnya,
yang aku ingat, ibu selalu pulang pagi dengan air mata.

kalau ayahku;
kata neng siti ayah di bacok karena ketahuan mencuri,
kata mang sungeb ayah kawin lagi dengan PSK dari Indramayu.
Nenek bilang, tak usah aku pusingkan ini. lupakan saja ayah bengismu!
seingatku, ayah selalu pulang dengan mata merah.
ayah pun pulang dengan bau mulut yang belakangan ini aku tahu namanya Alkohol.
selalu pulang dengan marah, kemudian tidur.

tak pernah aku dengar cerita tentang kakek.
yang pasti, nenekku setiap malam menyusuri sawah mencari bekal..
untuk berjualan rumba semanggen di Pasar Tegalgubug. katany;
agar aku tak menuruni ayah, dan ibuku.
yang aku ingat, ya begitu yang aku ingat.
untuk yang terahir, izinkan aku bertanya tentang sesuatu pada kalian
Haruskah aku menangisi ini, atau terbahak dengan gelak?


Tegalgubug, 09 Februari 2012

***


SYAHDU SANG LELAKI KECIL
(sebuah peta hidup yang sayang tak di kenang)


semalam ku coba sedikit memaksa untuk kembali
hendak memasuki kehidupan masa
dikala benarbenar kosong tanpa sama' bashar dan af'idah
sayang seribu sayang, memimpikannya pun
sangat sukar

ahirnya ada sedikit cerlang untuk satu kenang
aku coba tengok kembali taman sederhana
di belakang rumah,
tempat dimana ku ramai bermain dengan alam
masa mewarna dengan sesama
aku hanya melamun tanpa jeda

masih coba ku sayu setiap lirih dendang serenade
yang ku dengar hanya gemuruh kreta dari nun kejauhan

aku dengar kesiur melakon lambai
terisak, mendayu layu
ahh.. dulu disitu tempat aku menangis dulu
karena putus tali layanganku

tersandarlah aku di bawah pohon mahoni
melamuni kupukupu yang kian beranjak dewasa
ahh.. disini dulu tempatku sebagai kuli batubata
dengan upah 200 perak untuk 100 batubata yang terangkut
ya milik mang duloh, yang sekarang buka warung kecil.

kiranya air masih berriak
lantunanmu serasa ku dengar mengiringinya
sang perawan bersikat badan dengan kembennya
dan telanjangku berkecipuk dengan lugu tanpa malu

rimbun terselingkap syahdu menyembahkan lagu
di balik hikayah tentang sebuah basah bibirmu
ahh.. hayalku melayang menyundul pilu
walaupun aku tak pernah tahu, siapa dinda itu?..

dan hinggan kini,
saatnya mungkin aku menjemput teman hidup untuk satu kisah yang lebih nyana nyata dan nyaris sempurna.
walau jawabannya masih entah,


Cirebon, 11 Agustus 2012

***


PUISI 2,7 (baca; dua baris tujuh kata)


I. OH, NADA AUROD*

Melafal nada-nada, menyatukan rasa-rasa
Aku dan Allah.

Jakarta, 150213
*Aurod : kata jamak dari Wirid


II. CERITA ALAMKU

Pelangiku sejarah, bernyanyi;
Batas-batas lautan, mencari rindu.

Blok M, 140113


III. MABUK

suluk dewa cinta, letup
di pintu aksara

Jogja, 300113


IV. GADIS

Seperti tenggakan ikan;
izinkan, hanya aku pena'wilmu

Cirebon, 100612


V. TAHAJJUD JAHIL

Goooolll, semangat membara.
sekian kali, subuh membungkam.

Jakarta, 090113.

VI. KUBURAN MIDE**

Tanah basah membisikiku, sendiri;
Kematian memberi waktu

Cirebon, 110901
**Mide; panggilan untuk Nenek di Cirebon



Rifqil 'Asyiq, Mahasiswa dan Santri di sebuah Pesantren Cirebon
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC