Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Sajak Afrilia Utami

Rumus Bilangan yang Sulit di mengerti!
Selasa pukul 18:46

Mengapa kau ini sulit tuk ku jabarkan, kau ini seperti variabel-variabel yang berbeda jenis ..
Mencari mana Konstanta dan Koefesien saja sulit tuk ku labuhi
Mencari kemiringan hatimu saja sulit ku jabari dengan rumus phytagorasku
Belum ucap jari-jarimu yang sulit di jadikan diameter ..
Tiga titik kau kuasai, ingin ku sambungkan kau dengan garisku hingga menjadi segitiga sama hati, malah kau munculkan lagi titik-titikmu
 Terlalu banyak rangkamu itu, tuju kau tuk membangun ruang bangun apa?
Sulitnya lagi, ternyata kau seperti mempunyai dua rupa seperti n (pi)
Belum lagi garis singgung-singgungmu yang berkeliaran tak kunjung menepi ..
Belum lagi terlalu banyak lilitan yang melingkar
Tuk mengakarkan kuadratmu sulit ku pahami!!

Rumus gaya telah ku pakai memikatmu ..
Namun berapa gravitasi yang kau miliki?
Belum lagi ucapmu yang tak ku dengar jelas ..
Suaramu ini berjenis Infrasonik, atau ultrasonik?
Terlalu jauh kau bergantung pada amplitudomu
Terlalu jauh pula tekanan yang kau miliki hingga Barometer Fortinkupun sulit mengukur skalamu ...
Titik koordinatmupun tak ku ketahui sampai saat ini!!
Kau ini apa?? Hingga menggunakan rumus apapun sulit ku temukan hasilnya..
Hingga kulit-kulit seperti ingin berpisah dari daging!

***

Gencatan Asmara
31 Maret 2010

Tak perlu kau tanya lagi, ku malu di panah rumput yang bergoyang
Tak perlu menyapa kembali, ku malu tak tegap diantara para Mahoni
Tak usah kau puji, ku tak secantik melati putih
Tak lagi kau menyapa, Akasiapun kini merunduk kembali

Menjadi Edelweismu sulit ku pikir
Gupitan cerita hidup yang kini ku ukir, tak tahu apa cerita akhirnya
Menjadi kejora hatimu sulit tuk hadir
Gencatan senjata yang memaksa ku keluar dari waktumu itu
Tak usahlah ku menjadi-jadi
Inilah aku dengan segala keterbatasanku,
Tak usah kau berharap ku bisa berubah
Terlalu banyak pintamu yang bingungkan pemikir ini, belum jubah yang harus ku pakai

Belum lagi buah yang kau beri, hanya bagus rupa ..
Tak sedap dalamnya,
Apa hatimu seperti buah itu?
Asam
Pahit
Hambar
Sampai lidahkupun melilit ..
Belum ususku yang mulai terlilit ..

Bunga itu ingin bertemu para lebah-lebah
Jangan kau bawa terus tuk ku pajang
Kasihan bunga itu ..
Sampai akhir ceritapun,
Gugur cantiknya, ku buang pula ..
Lihat akarnya ..
Merambat mulai menyelimuti tubuh ini .. hingga sesak, percis terasa terinjak

Sudahlah, tak ingin lihatku sedih
Lebih baik jauhi waktu yang mulai menindihku
Tak usah kau tumpuk lagi berkas-berkas yang tak penting di Otakku
Jangan lupa, sebelum pergi ..
Tolong buka borgol yang telah lama tepasang di kedua tanganku
Hingga berbekas pula lukanya..

***


Penjara Waktu
30 Maret 2010 jam 13:29

Belia untuk mengenal takdir
Tua untuk mengenang dosa-dosa
Lahar yang berbaring menggenangmu tuk berpikir
Gas yang kau hirup sedang terpasung karena tragedi alam
Sedangkan pohon-pohon yang tegap berdiri sekarang menjadi sayup, bergugur

Aku yang nikmati hari biru
Yang bersembunyi di balik merah
Yang pemalu di balik ungu
Dan mencari di atas putih

Safari padang ilalang kini tak terkenang
Banjiri kawah berapi dengan asinmu yang mulai tergenang
Jejak yang pasti kini hanya menjadi lukisan skeptis yang tak jua menipis
Sementara ku genggam waktu yang mulai membeku lusuh berbekas
Sendiri menepi tak berkawan, lemari kini termakan rayap ganas

Tenggelam sudah pulau-pulau yang menghalau ampun
Bayang dulu masih terus ikuti cerita diksi yang beracun
Dan saatku tatap senyummu tenggelam, semua dasar air terdalam menerjang batin ..
Inikah yang kau yakin, menindih asa .. khianati jiwa ..?
Mengenggam sekoin harta ... bertumpuk sekarung dosa dan derita?

***

Masih Berpikir Tentangnya
25 Maret 2010 jam 18:43

Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu
Saat kau berkata kejujuran hati untuk seorang yang kau cinta,
lalu ia pergi tinggalkanmu tanpa selembar kotak surat tuk mu
Dalamnya cintamu, ada dalam banyaknya air mata yang jatuh basahi laramu
Ku sapa, ada beberapa air matamu yang menggantung di sukmaku
Berdetak keras saat jam dinding mematung hijrah
Bergetarpula hati yang tersapu diam,
Gelurai ucapmu seakan menjadi apa yang kira khan ku lalui


Layukan semua impian yang kau tabung
Tak selamanya waktumu akan berputar sesukamu
aku merenung menggores bayangan butiran air matamu
Mengikuti alur kisahmu tentangnya
Janganlah kau terus hukum ragamu
Membenci kembali pemikir hati yang kau ungkap salah
Semua telah tertata rapih
Dalam alur kanvas yang telah tergambar
Tinggal kau isi dengan pilihan warna di depanmu ..

***

Gelopak Nista
26 Maret 2010 jam 17:10

Ku telah endapkan semua katamu dalam hati yang selalu meragu
Ku telah menimbun kisah yang kau ukir dalam memory yang mulai membeku
Ku telah mengubur semua tentangmu, pertama ku berjumpa dan akhir bertemu
Kupun telah membakar semua photomu yang selalu membisu tertatap semu

Sehari tak lagi ku ikuti bayangmu kembali
Namun memang semua seperti menali
Tak berbayang namun selalu ada kau menari-nari
Waktu yang ku punya tak lagi ku beri hanya tuk berhenti

Saat hijau rumput menyapa sayap-sayap
Fiksi teori cinta mulai tak ku lihat, melenyap
Dengannyapun mencintai kembali sudah tak ada harap
Cukup sinisnya tawon menyengat, merayap

Masih terlihat ada yang melingkar di jariku
Hanya ini tinggal kenangan yang memilu
Dengan lancang hati, ku lepaskan barang yang melingkar di jemariku
Ku yakin karena inilah ku masih berluput pilu

Segan harimu terbuai oleh dosa-dosa
Hanya tertawa terbahak sambil berludah
Gupitan yang menjebak, tak lagi tuk terhiraukan
Kembali pada kesendirian, berpadu pada kesepian.

****
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC