Selamat Datang di Blog Kobong Sastra Cipasung

Share |

Kisah Si Periang 4

Oleh: Saeful Mustofa


Diakhir perbatasan itu,
dimana semuanya mulai tak tertawan.
Pemberontakan yang halus
menjadi penghujung segalanya.

Anggur yang dulu manis dan segar untuk diminum,
kini telah menjadi darah merah yang bau amisnya menyengat.

jika angin berhembus,
terhempaslah debu - debu itu.
Dan jika awan menurunkan air hujannya,
basahlah seisi bumi ini.

Menjadi perantara menuju jalan itu,
menulusuri keabadian - keabadian,
untuk merasakan semua keindahan.

Gemerisik ilalang menjelma senandung lagu,
gemuruh baday gurunpun
semakin terdengar.

Mata air yang kulihat digurun itu,
menggoda tenggorokan kering ini,
sehingga menghentikan perjalanan panjangku.

Tertunduk dalam buaiannya,
seolah terhipnotis.
Menggambarkan kepolosan - kepolosan
yang menjadi awal ketiadaan.

Haruskah kuminum air segar ini ?.

Lalu kurasakan sakit tak tertahankan,
menghapus semua serpihan,
sisa - sisa perjalanan panjang yang tehenti.

Sungguh persinggahan yang sia - sia,
hanya kehampaan yang didapat.
Tak ada bumi, tak ada langit.
Begitupun laut. Yang menjadi penawar ketiadaan ini.

Wahay rembulan yang menjadi penghuni malam,
teruslah bersinar dengan cahaya murnimu dan cahaya pemberian sang mentari.!
Meskipun bintang - bintang tak menemanimu,
itulah dirimu !

2011

Saeful Mustofa lahir di Bandung 12-06-1993. Tercatat sebagai mahasiswa jurusan Tafsir Hadits fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung
Prev Next Next
 

Copyright @ 2011 By. KSC